Oleh Dr. Marzuki Alie
Agustus tahun ini, Republik Indonesia genap berusia 68 tahun.
Dan pada Agustus tahun ini pula, DPR-RI memulai kembali Masa Persidangan
Pertama tahun 2013-2014, dimana tahun ini merupakan tahun terakhir DPR masa
bhakti 2009-2014 bekerja menjalankan tugas legislatif. Sepanjang empat
tahun ini, kinerja DPR tentu saja perlu dievaluasi kembali, guna memperbaiki
kinerjanya pada sisa satu tahun mendatang.
Banyak kalangan menilai bahwa sepanjang kemerdekaan RI,
kinerja wakil rakyat (DPR) mengalami “pasang dan surut”. Namun demikian menurut
saya, DPR tidak pernah mengenal istilah pasang surut, yang benar adalah
“dinamika demokrasi” yang berkembang sesuai dengan tatanan kehidupan
kenegaraan. Bisa kita bandingkan kehidupan parlemen yang ada di era awal
kemerdekaan dimana kualitas demokrasi cukup tinggi, kemudian masuk pada era
orde lama dimana parlemen kurang memiliki independensi karena Presiden saat itu
mempunyai kekuasaan besar. Di era orde baru, kita mengetahui bahwa keberadaan
parlemen di tidak memiliki jati diri yang sebenarnya sebagai lembaga wakil
rakyat, karena besarnya kekuasaan pemerintahan Soeharto. Di era ini bahkan, DPR
terkesan sebagai “stempel” Pemerintah.
Di era reformasi, kita mengoreksi kembali peran lembaga
negara. Kekuasaan Presiden dikurangi dan DPR memiliki jati diri yang
sebenarnya, sebagai lembaga representasi rakyat. Kewenangan yang dimiliki
dibidang legislasi, diperkuat melalui amandemen UUD 1945, yaitu memiliki
kekuasaan membentuk UU bersama Pemerintah. Di bidang anggaran, DPR menentukan politik
anggaran negara, bahkan kewenangan membahasnya sampai dengan satuan tiga. Di
bidang pengawasan, pelaksanaan check and balances benar-benar terwujud dengan
kuatnya fungsi pengawasan DPR terhadap Pemerintah dalam menyikapi kebijakan
yang ditetapkan Pemerintah.
Kinerja DPR dengan kewenangan yang makin kuat di bidang
legislasi, pengawasan dan anggaran, seharusnya membuat kinerja makin baik bagi
kesejahteraan dan kepentingan rakyat. Namun, terkadang tiga fungsi tersebut
tidak bisa berjalan optimal, terutama fungsi legislasi, meskipun Dewan telah
menyeimbangkan kinerja, yaitu 60% untuk kinerja legislasi, 40% untuk kinerja
anggaran dan pengawasan.
Pelaksanaan Kinerja
Pelaksanaan fungsi legislasi dituangkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tiap tahun, ditentukan dalam prioritas tahunan atas dasar kesepakatan antara DPR dan Pemerintah. Rata-rata tiap tahun diputuskan 70 RUU yang harus diselesaikan, baik RUU yang datang dari inisiatif Pemerintah maupun inisiatif DPR. RUU tersebut meliputi berbagai bidang, yaitu bidang ekonomi, politik dan hukum, serta sosial kemasyarakatan.
Produk RUU yang dihasilkan tiap tahun memang masih belum optimal karena banyak
kendala. Sebagai contoh, untuk tahun 2013 ditentukan 70 RUU prioritas dan baru
dapat diselesaikan 13 RUU sampai akhir Juli 2013. Namun Insya Allah, 23 RUU
yang sedang dalam pembahasan tingkat I akan segera dilanjutkan dan diselesaikan
pada masa sidang ke I dan ke II tahun sidang 2013-2014 yang akan datang.
Berbagai kendala yang merupakan hambatan dalam penyelesaian RUU telah dicarikan
solusi pemecahannya, melalui berbagai konsultasi sudah dilakukan hingga tingkat
konsultasi DPR dengan Presiden. Alhamdulillah cara ini telah dapat
meminimalisir kendala yang ada.
Kinerja legislasi di DPR memang sedikit terkendala karena DPR belum memiliki
law center, sebagaimana Pemerintah yang memiliki Badan Hukum Nasional, untuk
memperkuat basis data dalam penyusunan RUU. Law center yang saya cita-citakan
inilah, yang nanti kalau sudah terbentuk, akan membantu penyelesaian RUU lebih
cepat, sehingga anggota DPR hanya membahas konten politiknya saja.
Berkaitan dengan banyaknya kritik masyarakat mengenai minimnya produk legislasi
DPR, masyarakat harus paham bahwa urusan penanganan RUU meliputi semua proses
yang harus dijalani, sejak penyusunan naskah akademik, perumusan RUU,
pembahasan, masukan dari masyarakat dan seterusnya, semua memerlukan
kecermatan, ketelitian dan kemampuan. Sehingga diharpkan dapat menghasilkan RUU
yang berkualitas yang berpihak kepada rakyat. DPR tidak ingin RUU yang
dihasilkan justru tidak merepresentasikan keinginan masyarakat bahkan
dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Sebenarnya, meskipun minim secara kuantitas, secara kualitas
banyak “UU monumental” yang menghasilkan aturan-aturan pro-kepentingan rakyat,
misalnya; UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), UU Tentang Pengelolaan
Zakat, UU tentang Lembaga Keuangan Mikro, UU Bantuan Hukum, UU Pemberdayaan dan
Perlindungan Petani, UU tentang Perumahan dan Permukiman, UU tentang Pangan,
dan masih banyak lagi lainnya, termasuk RUU yang masih dibahas seperti RUU
Tabungan Perumahan Rakyat, RUU Tentang Desa, dan lain-lain.
Selain itu, RUU penting lainnya adalah RUU tentang Percepatan Pembangunan
Daerah Kepulauan (PPDK) dan RUU ASN (Aparatur Sipil Negara). Pansus RUU tentang
Percepatan Pembangunan Daerah Kepulauan (PPDK) masih menunggu tanggapan positif
dari pemerintah untuk keberlanjutan pembahasannya. Adapun RUU ASN (Aparatur
Sipil Negara) sepanjang pengamatan saya, masih banyak point penting yang perlu
di diskusikan lebih lanjut, diantaranya Jabatan Eksekutif Senior, Komisi
Aparatur Sipil Negara (KSAN), Organisasi ASN dan Pengganjian dan Pensiunan
Pegawai ASN.
RUU lain juga yang kita katakan cukup monumental, adalah RUU dibidang
pembangunan hukum, antara lain RUU KUHP dan KUHAP yang sedang dalam proses
pembahasan. Jika kedua RUU ini selesai, berarti merupakan prestasi anak bangsa.
Selama ini bangsa Indonesia
masih menggunakan KUHP warisan Belanda, sementara KUHAP yang telah berlaku
selama 30 tahun mempunyai banyak kelemahan saat pelaksanaan. Selain itu, ada
juga RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN) yang saat ini
tengah direvisi, menggantikan UU No. 39/2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan TKI di Luar Negeri (LN) yang masih minim dalam hal pengaturan
kebijakan perlindungan bagi TKI di LN. semua RUU ini dihasilkan oleh DPR
periode 2009-2014 ini.
Untuk pelaksanaan fungsi anggaran, kita harus melihat konteks fungsi ini dalam
kaitan dengan tanggungjawab sebagai lembaga perwakilan, khususnya untuk
menentukan berapa pendapatan yang harus didapat negara dan berapa belanja
negara yang harus dikeluarkan dalam kaitan keberlangsungan bangsa dan negara. Kewenangan
anggaran ini dituangkan dalam pembahasan APBN, dimana DPR memegang peranan penting,
sebab sesuai dengan konstitusi, apabila DPR tidak menyetujui usulan pengajuan
anggaran oleh Pemerintah, maka Pemerintah menggunakan APBN tahun sebelumnya. Dalam
kaitan ini, DPR dengan fungsi anggaran, memiliki tanggungjawab turut menentukan
arah pembangunan nasional, termasuk arah kebijakan fiskal yang ditetapkan tiap
tahun melalui proses penyusunan dan penetapan APBN. Tanggung jawab inilah yang
kita sebut sebagai politik anggaran DPR.
Pelaksanaan politik anggaran DPR, tidak dimaksudkan untuk mengedepankan hak
budget DPR semata, tetapi merupakan tanggungjawab dalam mengaktualisasikan
berbagai aspirasi masyarakat, dan mengakomodir, serta memberikan respon
terhadap tuntutan dan kepentingan masyarakat. Dengan demikian, politik anggaran
DPR telah turut memberikan warna terhadap bentuk dan wujud kongkrit pembangunan
nasional tiap tahun melalui penetapan APBN, yang pada gilirannya merupakan
instrumen penting mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Tekad DPR
dalam penyusunan/pembahasan anggaran adalah untuk mengurangi angka kemiskinan,
menetapkan anggaran belanja modal yang sangat urgent untuk menggerakkan roda
perekonomian nasional.
Menjawab kritik masyarakat yang menilai bahwa awal dari korupsi yang dilakukan
oleh beberapa anggota Dewan karena kewenangan besar yang dimiliki Dewan dalam
fungsi anggaran. Pembahasan sampai satuan tiga memang memungkinkan terjadinya
peluang korupsi, dan hal itu tidak saja berkaitan dengan oknum anggota DPR
tetapi juga pejabat Pemerintah. Marilah kewenangan ini kita pertimbangkan
kembali.
Dalam pelaksanaan fungsi pengawasan,DPRberusaha untuk
semaksimal mungkin mengakomodir dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat,
mencari solusi atas berbagai permasalahan di bidang politik keamanan, hukum,
ekonomi dan kesejahteraan dengan mengedepankan skala prioritas untuk
kepentingan rakyat. Dalam kaitan dengan fungsi inilah maka DPR membentuk Tim
Pengawas, antara lain Tim Pengawas Century, Tim Pengawas Masalah Otonomi Khusus
Papua dan Aceh, Tim Khusus DPR RI untuk penanganan masalah TKI yang
beranggotakan lintas komisi dan tim-tim yang lain, termasuk Panitia Kerja
(Panja) yang dibentuk oleh Komisi-komisi untuk menangani masalah-masalah sesuai
bidang masing-masing.
Pelaksanaan Renstra DPR
Dalam memperkuat kinerja Dewan, masyarakat harus faham bahwa
saya selaku Ketua DPR sekaligus sebagai Ketua BURT, telah meletakkan fondasi
bagi penguatan lembaga DPR. Penguatan ini tidak hanya berkaitan dengan Dewan
sebagai lembaga legislatif, tetapi juga penguatan lembaga pendukung, yaitu
Sekretariat Jenderal. Rencana dan Strategi DPR (Renstra) periode DPR-RI
2010-2014 yang baru pertama dicanangkan, saya harapkan mampu dijalankan untuk
menjawab kritik masyarakat berkaitan dengan kinerja.
Selaku Ketua DPR, saya telah mencanangkan Program ini diawal kepemimpinan saya.
Renstra DPR merupakan pedoman kerja strategis untuk setiap entitas lembaga DPR.
Renstra memuat latar belakang dan tujuan dibentuknya, penjelasan mengenai
kondisi DPR saat ini, visi lembaga yang emrupakan cita-cita lembaga DPR Periode
2009-2014 dan epncapaiannya, untuk kurun waktu 5 tahun. Misi lembaga sebagai
penjabaran visi dilaksanakan secara bertahap. Renstra sudah ditetapkan dan
dalam beberapa hal sudah direalisasikan, misalnya Penguatan Sarana
Representasi, Pengembangan E-Parliament, Perpustakaan Parlemen, Penguatan
Kehumasan DPR RI, Kemandirian Pengelolaan Anggaran DPR RI, maupun Pengembangan
Prasarana Utama, secara nyata telah mendukung kinerja sekretariat jenderal yang
mendapat penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK selama sejak 2010
sampai 2013 ini.
Selain itu, banyak prestasi Setjen DPR RI juga telah banyak menerima
penghargaan, antara lain; dari Komisi Informasi Pusat RI Sebagai Badan Publik
Yang Proaktif Dalam Persiapan dan Pelaksanaan UU No. 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik; dari Komisi Informasi Pusat RI sebagai Badan
Publik Terbaik dalam pelaksanaan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik dan telah ditetapkan menjadi model nasional keterbukaan
informasi publik; dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi RI atas Prestasinya dalam Akuntabalitas Kinerja Tahun 2012 dengan
predikat nilai “CC”. Menerima Award dari Menteri Keuangan RI atas Kinerjanya
yang sangat baik di Bidang Pengelolaan Barang Milik Negara Tahun 2011 sebagai
Juara Kedua Kategori Kepatuhan pelaporan Barang Milik Negara untuk Kelompok
Kementerian/Lembaga dengan jumlah unit kuasa pengguna barang sampai dengan 10
satuan kerja, dan berbagai penghargaan lainnya.
Ini semua merupakan prestasi luar biasa. Artinya DPR telah menjadi lembaga negara yang
paling transparan sejak era saya.
Namun demikian, beberapa realisasi Renstra, juga masih dalam proses karena ada
beberapa program yang belum dapat terealisir, antara lain pembentukan Badan
Fungsional Keahlian (BFK) yang sedang dalam proses pembahasan dengan Menteri
PAN, kemudian law center dan budget office yang baru menjadi gagasan, termasuk
pembentukan Unit Pengawasan Internal. Ini belum terwujud karena memang
memerlukan penyesuaian dan perencanaan yang lebih matang, namun setidaknya pada
masa kepemimpinan saya DPR RI 2009-2014 sudah meninggalkan warisan bagi periode
berikutnya. Untuk bagian-bagian yang belum terwujud adalah “Pekerjaan Rumah”
bagi Kepemimpinan DPR yang akan datang. Kalau Renstra dapat berjalan, maka
Insya Allah, DPR akan menjadi lembaga yang mampu menjalankan tugas reprsentasi
rakyat yang sesungguhnya.
Upaya Kedepan
Sejumlah
langkah kemajuan yang telah dilakukan pada masa kepemimpinan DPR RI periode
2009-2014 dalam membangun kelembagaan yang kuat, tentu harus dijaga bersama dan
bahkan tetap dilanjutkan pada masa kepemimpinan berikutnya. Penguatan
fungsi-fungsi DPR RI, mulai dari fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan
hingga terbentuknya Rencana Strategis (Renstra) DPR RI serta kualitas system pengaduan
masyarakat yang baik, harus terus diiringi dengan kualitas SDM anggota Dewan
yang baik.
Sebagai Ketua DPR RI, tentu saya berharap kinerja dewan dengan alat-alat
kelengkapannya akan meningkat dari waktu ke waktu. Bekerja bukan untuk dilihat
orang, namun karena menjalankan tanggung jawab terhadap manusia dan lebih utama
pada Allah SWT. Dengan mengingat hal tersebut, maka para anggota dewan akan
selalu berusaha menjadi tipe pemimpin yang baik, menjalankan konsep shiddiq
(jujur), tabligh ( menyampaikan), amanah ( terpercaya) dan fathonah (cerdas).
Menjalankan langkah kepemimpinan dengan sisa waktu satu tahun ke depan, maka
saya menghimbau pada para anggota dewan untuk terus berpedoman pada sumpah
jabatan di masa awal menjabat menjadi anggota dewan. Ada beberapa langkah yang
perlu dilakukan oleh anggota dewan dalam menyokong penguatan kelembagaan DPR RI
saat ini. Pertama, para anggota tentu harus paham Tata Tertib dan UU tentang
MPR, DPR, DPD dan DPRD. Kedua, dalam melaksanakan fungsi legislasi, harus menguasai
materi UU yang menjadi tugas anggota untuk membahasnya. Ketiga, di bidang
anggaran, anggota harus paham mengenai proses dan mekanisme pembahasan APBN,
tidak hanya sebatas pembahasan dan penetapan APBN, namun juga hubungannya dalam
hal keuangan negara. Keempat, di bidang pengawasan, anggota harus cermat
menangkap permasalahan, memahami dinamika politik, mampu menjawab dan
memposisikan permasalahan dengan benar.
Semoga dengan dukungan para wakil-wakil ketua DPR yang bersifat kolektif
kolegial, dukungan fraksi-fraksi dan Pimpinan Alat Kelengkapan Dewan, DPR RI
akan terus melangkah maju ke depan, mewujudkan lembaga perwakilan rakyat yang
amanah, sebagaimana cita-cita kita bersama. Amin.*